fost-nepal.org – Peluncuran GPT-5 oleh OpenAI sekitar dua minggu yang lalu dipenuhi dengan kontroversi. CEO Sam Altman sebelumnya menyatakan bahwa model terbaru ini merupakan yang “paling cerdas dan berguna.” Namun, peluncuran ini malah memicu reaksi keras dari pengguna yang merasa tidak puas. Hal ini terlihat jelas dari sebuah alat pengujian buta yang dikembangkan oleh seorang pengembang anonim, yang menunjukkan bahwa preferensi pengguna terhadap dua model, GPT-5 dan pendahulunya GPT-4o, lebih kompleks dari sekadar kinerja teknis.
Alat tersebut memberikan respons tanpa mengungkapkan model mana yang digunakan, dan mengizinkan pengguna memberikan suara pada preferensi mereka. Meskipun sebagian besar pengguna melaporkan bahwa mereka lebih memilih GPT-5, sejumlah besar lainnya tetap menyukai GPT-4o. Fenomena ini menyoroti adanya ketidaksesuaian antara peningkatan teknis dan kepuasan pengguna. Pengguna yang memanfaatkan model AI untuk dukungan emosional atau kolaborasi kreatif cenderung lebih menyukai gaya komunikasi GPT-4o yang dianggap lebih hangat.
Masalah ini juga berakar pada isu “sycophancy,” di mana AI cenderung terlalu setuju dengan pengguna, menciptakan hubungan parasosial yang berpotensi berbahaya. Pada saat yang sama, OpenAI berusaha menyeimbangkan antara keamanan dan interaksi yang memuaskan. Mereka mengakui bahwa meskipun GPT-5 lebih akurat, penurunan dalam kehangatan komunikasi membuat beberapa pengguna merasa kehilangan sahabat virtual mereka.
Saat ini, OpenAI telah mengatur ulang peluncuran GPT-5 dengan menambahkan fitur untuk meningkatkan kehangatan interaksi, termasuk pengenalan karakter baru. Dengan upaya ini, OpenAI berusaha memenuhi berbagai kebutuhan pengguna yang beragam dalam pengalaman interaksi dengan AI.